Periode
Kolonialisme
Pembangunan Kembali (1690-1945)
Pembangunan Kembali
Pada periode zaman ini, Kota Bogor kembali ditata sedemikian rupa oleh pemerintah kolonial Inggris dan Belanda. Dalam kurun 200 tahun jalan antarkota mulai dibuka, kebun diperindah, istana dipermegah, hingga bangunan diperkokoh.
Periode Kolonialisme
Istana Bogor 1821
Buitenzorg Palace dibangun pertama kali pada masa Gubernur Van Imhoff sebagai tempat peristirahatan. Van Imhoff seakan ingin membuat replika Istana Blenheim di Pulau Jawa. Buitenzorg yang berarti “Bebas Masalah dan Kesulitan” menjadi pondasi awal bagaimana Kota Bogor dipilih sebagai tempat peristirahatan dan kediaman Gubernur Jendral Belanda. Karena dengan tempat yang teduh dan tenteram, pemimpin bisa memutuskan keputusan terbaiknya.
Buitenzorg Palace sudah mengalami banyak sekali renovasi. Renovasi besar-besaran terjadi pada tahun 1750an karena penyerangan Ki Tapa, dan 1860an karena gempa bumi dahsyat. Replika Buitenzorg Palace tahun 1844 ini merupakan bentuk desain awal Istana Bogor yang awalnya bertingkat dua. Namun karena gempa bumi dahsyat tahun 1834, gubernur pada masa itu memerintahkan untuk merenovasi Buitenzorg Palace menjadi 1 tingkat demi keselamatan para pekerja dalam istana.
Koleksi Oleh
Aagozie & Ujang Kosasih
Tahun
2023
Dimensi
300 cm
LUKISAN INI DIDUKUNG OLEH
CV Arbor (RPA Out of Home)
Share Artikel :
Periode Kolonialisme
Istana Bogor 1821
Buitenzorg Palace dibangun pertama kali pada masa Gubernur Van Imhoff sebagai tempat peristirahatan. Van Imhoff seakan ingin membuat replika Istana Blenheim di Pulau Jawa. Buitenzorg yang berarti “Bebas Masalah dan Kesulitan” menjadi pondasi awal bagaimana Kota Bogor dipilih sebagai tempat peristirahatan dan kediaman Gubernur Jendral Belanda. Karena dengan tempat yang teduh dan tenteram, pemimpin bisa memutuskan keputusan terbaiknya.
Buitenzorg Palace sudah mengalami banyak sekali renovasi. Renovasi besar-besaran terjadi pada tahun 1750an karena penyerangan Ki Tapa, dan 1860an karena gempa bumi dahsyat. Replika Buitenzorg Palace tahun 1844 ini merupakan bentuk desain awal Istana Bogor yang awalnya bertingkat dua. Namun karena gempa bumi dahsyat tahun 1834, gubernur pada masa itu memerintahkan untuk merenovasi Buitenzorg Palace menjadi 1 tingkat demi keselamatan para pekerja dalam istana.
Koleksi Oleh
Aagozie & Ujang Kosasih
Tahun
2023
Dimensi
300 cm
LUKISAN INI DIDUKUNG OLEH
CV Arbor (RPA Out of Home)
Share Artikel :
Replika oleh Aagozie & Ujang Kosasih
Periode Kolonialisme
Perlawanan Besar Kyai Tapa
Kyai Tapa dan Ratu Bagus Buang adalah salah satu keluarga keraton Kesultanan Banten yang merasa bahwa VOC sudah kelewatan batas karena mengadu-domba keluarga Keraton Banten. Sultan Banten diganti sesuai kepentingan VOC pada saat itu, sehingga Kyai Tapa bersama dengan rakyat Banten bergeriliya selama 2 tahun dengan gagah berani untuk melawan monopoli dan politik adu domba VOC.
Pemberontakan ini menemui puncaknya saat pasukan Kyai Tapa berhasil menerobos masuk ke benteng pertahanan terakhir VOC di Buitenzorg Palace (Istana Bogor) pada tahun 1752. Pemberontakan ini membuat Buitenzorg Palace harus mengalami kerusakan yang hebat, bangunan-bangunan dibakar, barang-barang dijarah dan pasukan VOC terporak-poranda.
Koleksi Oleh
Gunawan
Tahun
2023
MEDIA
Cat Minyak di Kanvas
Dimensi
190 x 150 cm
LUKISAN INI DIDUKUNG OLEH
PT Perdana Gapuraprima (Bukit Cimanggu City)
Share Artikel :
Periode Kolonialisme
Perlawanan Besar Kyai Tapa
Kyai Tapa dan Ratu Bagus Buang adalah salah satu keluarga keraton Kesultanan Banten yang merasa bahwa VOC sudah kelewatan batas karena mengadu-domba keluarga Keraton Banten. Sultan Banten diganti sesuai kepentingan VOC pada saat itu, sehingga Kyai Tapa bersama dengan rakyat Banten bergeriliya selama 2 tahun dengan gagah berani untuk melawan monopoli dan politik adu domba VOC.
Pemberontakan ini menemui puncaknya saat pasukan Kyai Tapa berhasil menerobos masuk ke benteng pertahanan terakhir VOC di Buitenzorg Palace (Istana Bogor) pada tahun 1752. Pemberontakan ini membuat Buitenzorg Palace harus mengalami kerusakan yang hebat, bangunan-bangunan dibakar, barang-barang dijarah dan pasukan VOC terporak-poranda.
Koleksi Oleh
Gunawan
Tahun
2023
MEDIA
Cat Minyak di Kanvas
Dimensi
190 x 150 cm
LUKISAN INI DIDUKUNG OLEH
PT Perdana Gapuraprima (Bukit Cimanggu City)
Share Artikel :
Lukisan oleh Gunawan
Periode Kolonialisme
Pembangunan Jalan Pos Deandels
Pembangunan era kolonial terus berlanjut. Kali ini seorang Gubernur Jendral bernama Willem Daendels membangun sebuah jalan sepanjang seribu kilometer yang membentang dari barat ke timur Pulau Jawa. Jalan yang akan memudahkan akses ekonomi ini melewati Buitenzorg Palace dan terus ke arah barat. Walaupun harus mengeluarkan banyak sekali biaya hingga memakan korban jiwa selama 3 tahun pembangunannya, proyek ini menjadi kebanggaan Daendels dan bangsa Eropa.
Deandels sudah merencanakan semua biaya termasuk upah para pekerja, tapi upah tersebut tidak pernah sampai kepada para pekerja karena tindak korupsi dari banyak pihak yang terlibat dalam pembangunan ini. “Kerja Wajib” di era Daendels ini menginspirasi para penguasa Hindia Belanda selanjutnya untuk membuat kebijakan serupa yang kita kenal sebagai kebijakan tanam paksa.
Koleksi Oleh
Lukman Yuliawan
Tahun
2023
MEDIA
Cat Minyak di Kanvas
Dimensi
190 x 150 cm
LUKISAN INI DIDUKUNG OLEH
Bank BJB
Share Artikel :
Periode Kolonialisme
Pembangunan Jalan Pos Deandels
Pembangunan era kolonial terus berlanjut. Kali ini seorang Gubernur Jendral bernama Willem Daendels membangun sebuah jalan sepanjang seribu kilometer yang membentang dari barat ke timur Pulau Jawa. Jalan yang akan memudahkan akses ekonomi ini melewati Buitenzorg Palace dan terus ke arah barat. Walaupun harus mengeluarkan banyak sekali biaya hingga memakan korban jiwa selama 3 tahun pembangunannya, proyek ini menjadi kebanggaan Daendels dan bangsa Eropa.
Deandels sudah merencanakan semua biaya termasuk upah para pekerja, tapi upah tersebut tidak pernah sampai kepada para pekerja karena tindak korupsi dari banyak pihak yang terlibat dalam pembangunan ini. “Kerja Wajib” di era Daendels ini menginspirasi para penguasa Hindia Belanda selanjutnya untuk membuat kebijakan serupa yang kita kenal sebagai kebijakan tanam paksa.
Koleksi Oleh
Lukman Yuliawan
Tahun
2023
MEDIA
Cat Minyak di Kanvas
Dimensi
190 x 150 cm
LUKISAN INI DIDUKUNG OLEH
Bank BJB
Share Artikel :
Lukisan oleh Lukman Yuliawan
Periode Kolonialisme
Melawan Kolonial dengan Lukisan
Penangkapan Pangeran Diponegoro merupakan berita yang sangat besar pada masa itu. Untuk mengabadikan momen ini, Gubernur Hindia Belanda meminta Nicholas Pieneman untuk melukiskan peristiwa ini dan menyebarkannya ke Eropa. Namun Raden Saleh merasa apa yang dilukisan Pieneman tidaklah benar adanya, karena dalam lukisannya Pangeran Diponegoro digambarkan seperti menyerah dan takluk kepada pemerintah kolonial.
Raden Saleh membuat lukisan tandingan dengan simbol-simbol perlawanan dan keberanian yang berkobar di dalam diri Pangeran Diponegoro. Dengan pencahayaan yang dramatis, Pangeran Diponegoro menunjukan gestur perlawanan. Amarah yang terbendung, raut yang tidak akan tunduk pada penindasan, dan wibawa kepemimpinan yang menginspirasi orang-orang yang mengaguminya.
Koleksi Oleh
Adi Sukardi
Tahun
2023
MEDIA
Cat Minyak di Kanvas
Dimensi
150 x 190 cm
LUKISAN INI DIDUKUNG OLEH
PT Perdana Gapuraprima (Bukit Cimanggu City)
Share Artikel :
Periode Kolonialisme
Melawan Kolonial dengan Lukisan
Penangkapan Pangeran Diponegoro merupakan berita yang sangat besar pada masa itu. Untuk mengabadikan momen ini, Gubernur Hindia Belanda meminta Nicholas Pieneman untuk melukiskan peristiwa ini dan menyebarkannya ke Eropa. Namun Raden Saleh merasa apa yang dilukisan Pieneman tidaklah benar adanya, karena dalam lukisannya Pangeran Diponegoro digambarkan seperti menyerah dan takluk kepada pemerintah kolonial.
Raden Saleh membuat lukisan tandingan dengan simbol-simbol perlawanan dan keberanian yang berkobar di dalam diri Pangeran Diponegoro. Dengan pencahayaan yang dramatis, Pangeran Diponegoro menunjukan gestur perlawanan. Amarah yang terbendung, raut yang tidak akan tunduk pada penindasan, dan wibawa kepemimpinan yang menginspirasi orang-orang yang mengaguminya.
Koleksi Oleh
Adi Sukardi
Tahun
2023
MEDIA
Cat Minyak di Kanvas
Dimensi
150 x 190 cm
LUKISAN INI DIDUKUNG OLEH
PT Perdana Gapuraprima (Bukit Cimanggu City)
Share Artikel :
Lukisan oleh Adi Sukardi
Periode Kolonialisme
Penangkapan Raden Shaleh
Raden Saleh memiliki satu titik hitam dalam perjalanan hidupnya, yakni dimana ia dituduh sebagai dalang pemberontakan petani di Bekasi tahun 1869. Tuduhan ini membuat Raden Saleh dianggap sebagai penghianat di Hindia Belanda, hingga ia dikucilkan oleh banyak pihak.
Karena tuduhan itu rumahnya digeledah, barang-barangnya dibongkar dengan sembarang, rumahnya dikelilingi 50 tentara dan ratusan orang menonton peristiwa ini di depan rumahnya. Raden Saleh tidak pernah merasa terhina sedemikian rupanya. Namun ia tetap bersikeras melawan ketidak-adilan yang diterimanya. Raden Saleh berpijak pada apa yang ia anggap benar. Hingga walaupun ia terbukti tidak bersalah, pemerintah Kolonial tidak pernah meminta maaf sehingga Raden Saleh harus dikucilkan selama sisa hidupnya. Pemerintah Kolonial selalu menganggap dirinya sebagai bangsa yang intelektual, namun praktik kepemimpinannya jauh daripada itu.
Koleksi Oleh
Gunawan
Tahun
2023
MEDIA
Cat Minyak di Kanvas
Dimensi
190 x 150 cm
LUKISAN INI DIDUKUNG OLEH
PT Perdana Gapuraprima (Bukit Cimanggu City)
Share Artikel :
Periode Kolonialisme
Penangkapan Raden Shaleh
Raden Saleh memiliki satu titik hitam dalam perjalanan hidupnya, yakni dimana ia dituduh sebagai dalang pemberontakan petani di Bekasi tahun 1869. Tuduhan ini membuat Raden Saleh dianggap sebagai penghianat di Hindia Belanda, hingga ia dikucilkan oleh banyak pihak.
Karena tuduhan itu rumahnya digeledah, barang-barangnya dibongkar dengan sembarang, rumahnya dikelilingi 50 tentara dan ratusan orang menonton peristiwa ini di depan rumahnya. Raden Saleh tidak pernah merasa terhina sedemikian rupanya. Namun ia tetap bersikeras melawan ketidak-adilan yang diterimanya. Raden Saleh berpijak pada apa yang ia anggap benar. Hingga walaupun ia terbukti tidak bersalah, pemerintah Kolonial tidak pernah meminta maaf sehingga Raden Saleh harus dikucilkan selama sisa hidupnya. Pemerintah Kolonial selalu menganggap dirinya sebagai bangsa yang intelektual, namun praktik kepemimpinannya jauh daripada itu.
Koleksi Oleh
Gunawan
Tahun
2023
MEDIA
Cat Minyak di Kanvas
Dimensi
190 x 150 cm
LUKISAN INI DIDUKUNG OLEH
PT Perdana Gapuraprima (Bukit Cimanggu City)
Share Artikel :
Lukisan gunawan
Periode Kolonialisme
Wijkenstelsel Pembagian Wilayah Kota Bogor
Wijkenstelsel adalah kebijakan era kolonial yang memisahkan pemukiman etnis yang bermukim di Bogor. Pembagian Kawasan rasial ini dimaksudkan agar pemerintah kolonial dapat mengontrol setiap etnis dengan lebih mudah. Serta memisahkan pengaruh antar satu etnis dengan etnis lainnya. Karena dengan berbaurnya semua etnis akan memudahkan masyarakat kala itu untuk saling berbagi informasi, kebudayaan serta pemikiran—sesuatu yang sangat berbahaya bagi pemerintah kolonial pada saat itu.
- a. Pemukiman Warga
Kawasan Permukiman Eropa terdiri dari Stasiun Kereta Api, Kawasan Militer, Kawasan Bangunan Publik, dan Area Permukiman. Kawasan Militer/Kawasan Permukiman Eropa terletak di sepanjang Jalan Bataviaweg atau Jalan Sudirman. Kawasan militer ini ditandai dengan dibangunnya kamp militer pada tahun 1745. Bangunan militer saat ini masih digunakan sebagai kompleks Museum PETA.
- b. Pemukiman Pecinan
Pemukiman Pecinan di Kota Bogor terletak di sepanjang bentangan Jl. Suryakencana. Pada awalnya Jl. Suryakencana merupakan Jalan Pos Daendels yang dibangun pada 1808. Pada masa kolonial, kawasan pecinan Jl. Suryakencana ini sudah menjadi kawasan perdagangan dan pusat perekonomian di Kota Bogor. Dari mulai gaya arsitektur, ragam kebudayaan hingga corak perniagaan membuat kawasan Suryakencana ini sangat kental identitasnya, bahkan hingga hari ini.
- c. Pemukiman Arab
Kawasan Empang menjadi salah satu wilayah pemukiman yang diatur dalam peraturan kolonial. Sejak tahun 1800-an warga keturunan Arab sudah mulai menepati kawasan Empang, hal ini ditandai dengan mulai dibangunnya Masjid An-Nur Empang pada tahun 1815. Setelah kebijakan Wijkenstelsel, keturunan wilayah Empang banyak ditempati oleh warga etnis Arab yang berasal dari Yamman, Hadhramaut. Hingga hari ini, kawasan Empang masih menjadi pusat kebudayaan warga Kota Bogor keturunan Arab.
- d. Karsten Plan (Kawasan Hijau)
Pada tahun 1917 Thomas Karsten mencetus ide untuk membuat kawasan “Green City” di Kota Bogor. Kawasan hijau yang disebut Karsten Plan ini tersebar di sekitar Jl. Pajajaran, Jl. Ciremai, Jl. Salak, dan Jl. Pangrango. Thomas Karsten memiliki gaya tata kota yang khas—tata kota yang peduli akan lingkungan hidup yang ideal dan human-centered.
Koleksi Oleh
Lokamantra Studio & Wiradi Projects
Tahun
2023
MEDIA
Cat Minyak di Kanvas
Dimensi
190 x 150 cm
LUKISAN INI DIDUKUNG OLEH
PT Perdana Gapuraprima (Bukit Cimanggu City)
Share Artikel :
Periode Kolonialisme
Wijkenstelsel Pembagian Wilayah Kota Bogor
Wijkenstelsel adalah kebijakan era kolonial yang memisahkan pemukiman etnis yang bermukim di Bogor. Pembagian Kawasan rasial ini dimaksudkan agar pemerintah kolonial dapat mengontrol setiap etnis dengan lebih mudah. Serta memisahkan pengaruh antar satu etnis dengan etnis lainnya. Karena dengan berbaurnya semua etnis akan memudahkan masyarakat kala itu untuk saling berbagi informasi, kebudayaan serta pemikiran—sesuatu yang sangat berbahaya bagi pemerintah kolonial pada saat itu.
- a. Pemukiman Warga
Kawasan Permukiman Eropa terdiri dari Stasiun Kereta Api, Kawasan Militer, Kawasan Bangunan Publik, dan Area Permukiman. Kawasan Militer/Kawasan Permukiman Eropa terletak di sepanjang Jalan Bataviaweg atau Jalan Sudirman. Kawasan militer ini ditandai dengan dibangunnya kamp militer pada tahun 1745. Bangunan militer saat ini masih digunakan sebagai kompleks Museum PETA.
- b. Pemukiman Pecinan
Pemukiman Pecinan di Kota Bogor terletak di sepanjang bentangan Jl. Suryakencana. Pada awalnya Jl. Suryakencana merupakan Jalan Pos Daendels yang dibangun pada 1808. Pada masa kolonial, kawasan pecinan Jl. Suryakencana ini sudah menjadi kawasan perdagangan dan pusat perekonomian di Kota Bogor. Dari mulai gaya arsitektur, ragam kebudayaan hingga corak perniagaan membuat kawasan Suryakencana ini sangat kental identitasnya, bahkan hingga hari ini.
- c. Pemukiman Arab
Kawasan Empang menjadi salah satu wilayah pemukiman yang diatur dalam peraturan kolonial. Sejak tahun 1800-an warga keturunan Arab sudah mulai menepati kawasan Empang, hal ini ditandai dengan mulai dibangunnya Masjid An-Nur Empang pada tahun 1815. Setelah kebijakan Wijkenstelsel, keturunan wilayah Empang banyak ditempati oleh warga etnis Arab yang berasal dari Yamman, Hadhramaut. Hingga hari ini, kawasan Empang masih menjadi pusat kebudayaan warga Kota Bogor keturunan Arab.
- d. Karsten Plan (Kawasan Hijau)
Pada tahun 1917 Thomas Karsten mencetus ide untuk membuat kawasan “Green City” di Kota Bogor. Kawasan hijau yang disebut Karsten Plan ini tersebar di sekitar Jl. Pajajaran, Jl. Ciremai, Jl. Salak, dan Jl. Pangrango. Thomas Karsten memiliki gaya tata kota yang khas—tata kota yang peduli akan lingkungan hidup yang ideal dan human-centered.
Koleksi Oleh
Lokamantra Studio & Wiradi Projects
Tahun
2023
MEDIA
Cat Minyak di Kanvas
Dimensi
190 x 150 cm
LUKISAN INI DIDUKUNG OLEH
PT Perdana Gapuraprima (Bukit Cimanggu City)
Share Artikel :
Koleksi oleh Lokamantra Studio & Wiradi Projects
Periode Kolonialisme
Merawat Zaman dengan Kebinekaan
Sejak masa lampau, perbedaan etnis, budaya dan suku ialah sebuah kelebihan yang membuat komposisi masyarakat di Indonesia menjadi lebih lengkap. Kota Bogor sudah sangat akrab dengan perbedaan sehingga corak-corak agama di Kota Bogor selalu saling melengkapi dalam untaian peristiwa zaman.
Tokoh-tokoh agamawan di Kota Bogor bahkan memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga keutuhan hidup berkebangsaan. M. Abdullah Bin Nuh, Ulama Bogor yang memimpin perjuangan kemerdekaan di Kota Bogor dengan amunisi intelektualitasnya. Paternus Nicholas yang menjadi Uskup pertama di Kota Bogor yang sudah melayani Umat khatolik Kota Bogor selama 14 tahun. John Damos Tiendas yang menjadi ketua majelis jemaat pertama Gereja Zebaoth. Tan Eng Nio mendirikan Vihara Dharma Karya sekaligus memimpin umat Buddha di Kota Bogor. Hingga I Wayan Karya yang menjadi pionir pemajuan agama Hindu di Kota Bogor mendirikan Pure di Kota Bogor.
Koleksi Oleh
Tani Indrawan
Tahun
2023
MEDIA
Cat Minyak di Kanvas
Dimensi
190 x 150 cm
LUKISAN INI DIDUKUNG OLEH
PT Perdana Gapuraprima (Bukit Cimanggu City)
Share Artikel :
Periode Kolonialisme
Merawat Zaman dengan Kebinekaan
Sejak masa lampau, perbedaan etnis, budaya dan suku ialah sebuah kelebihan yang membuat komposisi masyarakat di Indonesia menjadi lebih lengkap. Kota Bogor sudah sangat akrab dengan perbedaan sehingga corak-corak agama di Kota Bogor selalu saling melengkapi dalam untaian peristiwa zaman.
Tokoh-tokoh agamawan di Kota Bogor bahkan memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga keutuhan hidup berkebangsaan. M. Abdullah Bin Nuh, Ulama Bogor yang memimpin perjuangan kemerdekaan di Kota Bogor dengan amunisi intelektualitasnya. Paternus Nicholas yang menjadi Uskup pertama di Kota Bogor yang sudah melayani Umat khatolik Kota Bogor selama 14 tahun. John Damos Tiendas yang menjadi ketua majelis jemaat pertama Gereja Zebaoth. Tan Eng Nio mendirikan Vihara Dharma Karya sekaligus memimpin umat Buddha di Kota Bogor. Hingga I Wayan Karya yang menjadi pionir pemajuan agama Hindu di Kota Bogor mendirikan Pure di Kota Bogor.
Koleksi Oleh
Tani Indrawan
Tahun
2023
MEDIA
Cat Minyak di Kanvas
Dimensi
190 x 150 cm
LUKISAN INI DIDUKUNG OLEH
PT Perdana Gapuraprima (Bukit Cimanggu City)
Share Artikel :
Lukisan oleh Tani Indrawan
Periode Kolonialisme
Tirto Sang Pemula
Tirto Adi Suryo dikenal sebagai perintis surat kabar di Indonesia, ia telah berkontribusi langsung dalam pergerakan kebangkitan nasional di awal abad ke-20. Salah satu sepak terjangnya ialah merintis Sarekat Dagang Islamiah (SDI) di Bogor bersama dengan para saudagar Empang di Bogor. Tujuannya ialah untuk membangun persaudaraan dan solidaritas antar pedagang muslim di Bogor agar bisa saling bahu-membahu perekonomian masyarakat.
Dalam perjalannya, Sarekat Dagang Islam juga ternyata memberikan dampak yang signifikan pada perpolitikan masyarakat Pribumi. Sarekat Dagang Islam menumbuhkan semangat kebangsaan dan memperkaya perspektif di kalangan pribumi bahwa mereka perlu kembali mendapatkan kedaulatan dan hak-haknya sebagai sebuah bangsa.
Koleksi Oleh
Adi Sukardi
Tahun
2023
MEDIA
Cat Akrilik di Kanvas
Dimensi
190 x 150 cm
LUKISAN INI DIDUKUNG OLEH
Bank BJB
Share Artikel :
Periode Kolonialisme
Tirto Sang Pemula
Tirto Adi Suryo dikenal sebagai perintis surat kabar di Indonesia, ia telah berkontribusi langsung dalam pergerakan kebangkitan nasional di awal abad ke-20. Salah satu sepak terjangnya ialah merintis Sarekat Dagang Islamiah (SDI) di Bogor bersama dengan para saudagar Empang di Bogor. Tujuannya ialah untuk membangun persaudaraan dan solidaritas antar pedagang muslim di Bogor agar bisa saling bahu-membahu perekonomian masyarakat.
Dalam perjalannya, Sarekat Dagang Islam juga ternyata memberikan dampak yang signifikan pada perpolitikan masyarakat Pribumi. Sarekat Dagang Islam menumbuhkan semangat kebangsaan dan memperkaya perspektif di kalangan pribumi bahwa mereka perlu kembali mendapatkan kedaulatan dan hak-haknya sebagai sebuah bangsa.
Koleksi Oleh
Adi Sukardi
Tahun
2023
MEDIA
Cat Akrilik di Kanvas
Dimensi
190 x 150 cm
LUKISAN INI DIDUKUNG OLEH
Bank BJB
Share Artikel :
Lukisan oleh Faisal
Periode Kolonialisme
Thung TJoen Pok dan Pendidikan Lintas Zaman
Pendidikan merupakan barang mewah baik sebelum maupun sesudah kemerdekaan, khususnya bagi masyarakat Tionghoa di Kota Bogor pada masa itu. Melihat kegelisahan ini, Thung Tjoen Pok pada sekitar tahun 1920-an mendirikan sekolah gratis untuk masyarakat sekitar Jalan Surya Kencana. Sekolah yang kemudian dikenal dengan nama De Hollandsch Chineesche School Vereeniging atau Perkumpulan Sekolah Belanda Tionghoa ini sebagian be sar muridnya merupakan putra-putri masyarakat Tionghoa.
Saat Jepang menduduki Indonesia, sekolah ini terpaksa ditutup selama bertahun-tahun hingga kondisi di Indonesia bisa kembali stabil. Setelah selesainya agresi militer Belanda pada tahun 1949, banyak anak yang kembali merasakan betapa sulitnya mendapatkan pendidikan yang layak. Dan berlandaskan pada kondisi ini, anak beserta dengan keponakan Thung Tjoen Pok, yakni Ir. Thung Tjeng Louw dan Prof. DR. Ir Thung Tjeng Hiang kembali membuka sekolah yang pernah ditutup ini dan membukanya bagi semua kalangan masyarakat. Sekolah ini masih berdiri hingga hari ini bersamaan dengan semangatnya, dan dikenal sebagai Sekolah Kesatuan Kota Bogor.
Koleksi Oleh
Ari Wibowo
Tahun
2023
MEDIA
Cat Minyak di Kanvas
Dimensi
150 x 190 cm
LUKISAN INI DIDUKUNG OLEH
Bank BJB
Share Artikel :
Periode Kolonialisme
Thung TJoen Pok dan Pendidikan Lintas Zaman
Pendidikan merupakan barang mewah baik sebelum maupun sesudah kemerdekaan, khususnya bagi masyarakat Tionghoa di Kota Bogor pada masa itu. Melihat kegelisahan ini, Thung Tjoen Pok pada sekitar tahun 1920-an mendirikan sekolah gratis untuk masyarakat sekitar Jalan Surya Kencana. Sekolah yang kemudian dikenal dengan nama De Hollandsch Chineesche School Vereeniging atau Perkumpulan Sekolah Belanda Tionghoa ini sebagian be sar muridnya merupakan putra-putri masyarakat Tionghoa.
Saat Jepang menduduki Indonesia, sekolah ini terpaksa ditutup selama bertahun-tahun hingga kondisi di Indonesia bisa kembali stabil. Setelah selesainya agresi militer Belanda pada tahun 1949, banyak anak yang kembali merasakan betapa sulitnya mendapatkan pendidikan yang layak. Dan berlandaskan pada kondisi ini, anak beserta dengan keponakan Thung Tjoen Pok, yakni Ir. Thung Tjeng Louw dan Prof. DR. Ir Thung Tjeng Hiang kembali membuka sekolah yang pernah ditutup ini dan membukanya bagi semua kalangan masyarakat. Sekolah ini masih berdiri hingga hari ini bersamaan dengan semangatnya, dan dikenal sebagai Sekolah Kesatuan Kota Bogor.
Koleksi Oleh
Ari Wibowo
Tahun
2023
MEDIA
Cat Minyak di Kanvas
Dimensi
150 x 190 cm
LUKISAN INI DIDUKUNG OLEH
Bank BJB
Share Artikel :
Lukisan oleh Ari Wibowo
Periode Kolonialisme
Para Pemimpin Bangsa Yang Ditempa di Pasukan PETA
Setiap pedang baja, ditempa di atas api yang berkobar. Para pemimpin bangsa ini, Soeharto, Jenderal Sudirman, Kapten Muslihat, Ahmad Yani, Umar Wirahadikusumah, Supriyadi dan Kapten Muslihat memulai penempaannya di kompi tentara Pembela Tanah Air atau PETA. Sejak didirikannya, PETA sudah menjadi tempat penempaan bagi para pemuda Indonesia untuk dididik menjadi seorang perwira militer.
Dengan latihan yang lebih berat dari pelatihan Tentara Belanda, para pemuda yang dididik di Pusat Pendidikan PETA Bogor menjadi lebih tangguh dalam peperangan. Selain belajar aneka ilmu tentang peperangan, mereka juga dilatih untuk menjadi seorang pemimpin yang cakap. Ilmu yang didapat di PETA sangat berguna di awal pembentukan Tentara Indonesia dan perang kemerdekaan melawan Belanda.
Koleksi Oleh
Yudi Rachman
Tahun
2023
MEDIA
Cat Akrilik di Kanvas
Dimensi
150 x 190 cm
LUKISAN INI DIDUKUNG OLEH
Bank BJB
Share Artikel :
Periode Kolonialisme
Para Pemimpin Bangsa Yang Ditempa di Pasukan PETA
Setiap pedang baja, ditempa di atas api yang berkobar. Para pemimpin bangsa ini, Soeharto, Jenderal Sudirman, Kapten Muslihat, Ahmad Yani, Umar Wirahadikusumah, Supriyadi dan Kapten Muslihat memulai penempaannya di kompi tentara Pembela Tanah Air atau PETA. Sejak didirikannya, PETA sudah menjadi tempat penempaan bagi para pemuda Indonesia untuk dididik menjadi seorang perwira militer.
Dengan latihan yang lebih berat dari pelatihan Tentara Belanda, para pemuda yang dididik di Pusat Pendidikan PETA Bogor menjadi lebih tangguh dalam peperangan. Selain belajar aneka ilmu tentang peperangan, mereka juga dilatih untuk menjadi seorang pemimpin yang cakap. Ilmu yang didapat di PETA sangat berguna di awal pembentukan Tentara Indonesia dan perang kemerdekaan melawan Belanda.
Koleksi Oleh
Yudi Rachman
Tahun
2023
MEDIA
Cat Akrilik di Kanvas
Dimensi
150 x 190 cm
LUKISAN INI DIDUKUNG OLEH
Bank BJB
Share Artikel :
Lukisan oleh Yudi Rachman
Periode Kolonialisme
Pidato Soekarno di Lapangan Sempur
Pemerintah Kolonial Jepang terus menggalang dukungan dari rakyat Indonesia untuk memenangkan Perang Pasifik. Himpunan Kebaktian Rakyat (Jawa Hokokai), Benteng Pertahanan Jawa (Jawa Sentotai) hingga Perkumpulan Kaum Wanita (Fujinkai) dibentuk oleh Pemerintah Kolonial Jepang untuk menguras seluruh sumber daya dan tenaga rakyat Indonesia untuk kemenangan Jepang.
Untuk memperkuat memperkuat Jawa Sentotai dan Fujinkai di Bogor, Pemerintah Jepang mengungang tokoh dari Bangsa Indonesia untuk berpidato dihadapan 20.000 masyarakat Bogor—yakni Soekarno. Dalam pidatonya di Lapangan Sempur tanggal 8 Juli 1944, Soekarno menegaskan bahwa Bangsa Indonesia harus membantu Jepang memenangkan peperangan demi kejayaan Asia dan demi merdekanya Bangsa Indonesia. Langkah ini merupakan siasat dari Soekarno dalam mempersatukan masyarakat guna mempersiapkan kemerdekaan.
Koleksi Oleh
Yan Mulyana
Tahun
2023
MEDIA
Cat Minyak di Kanvas
Dimensi
190 x 150 cm
LUKISAN INI DIDUKUNG OLEH
PDAM Tirta Pakuan
Share Artikel :
Periode Kolonialisme
Pidato Soekarno di Lapangan Sempur
Pemerintah Kolonial Jepang terus menggalang dukungan dari rakyat Indonesia untuk memenangkan Perang Pasifik. Himpunan Kebaktian Rakyat (Jawa Hokokai), Benteng Pertahanan Jawa (Jawa Sentotai) hingga Perkumpulan Kaum Wanita (Fujinkai) dibentuk oleh Pemerintah Kolonial Jepang untuk menguras seluruh sumber daya dan tenaga rakyat Indonesia untuk kemenangan Jepang.
Untuk memperkuat memperkuat Jawa Sentotai dan Fujinkai di Bogor, Pemerintah Jepang mengungang tokoh dari Bangsa Indonesia untuk berpidato dihadapan 20.000 masyarakat Bogor—yakni Soekarno. Dalam pidatonya di Lapangan Sempur tanggal 8 Juli 1944, Soekarno menegaskan bahwa Bangsa Indonesia harus membantu Jepang memenangkan peperangan demi kejayaan Asia dan demi merdekanya Bangsa Indonesia. Langkah ini merupakan siasat dari Soekarno dalam mempersatukan masyarakat guna mempersiapkan kemerdekaan.